Karbon Aktif

Karbon aktif adalah karbon padat yang memiliki luas permukaan yang cukup tinggi berkisar antara 100 sampai dengan 2000 m2/g. Bahkan ada peneliti yang mengklaim luas permukaan karbon aktif yang dikembangkan memiliki luas permukaan melebihi 3000 m2/g. Bisa dibayangkan dalam setiap gram zat ini mengandung luas permukaan puluhan kali luasan lapangan sepak bola. Hal ini dikarenakan zat ini memiliki pori – pori yang sangat kompleks yang berkisar dari ukuran mikro dibawah 20 A (Angstrom), ukuran meso antara 20 sampai 50 Angstrom dan ukuran makro yang melebihi 500 A (pembagian ukuran pori berdasarkan IUPAC). Sehingga luas permukaan disini lebih dimaksudkan luas permukaan internal yang diakibatkan dari adanya pori – pori yang berukuran sangat kecil.

Karena memiliki luas permukaan yang sangat besar, maka karbon aktif sangat cocok digunakan untuk aplikasi yang membutuhkan luas kontak yang besar seperti pada bidang adsorpsi (penjerapan), dan pada bidang reaksi dan katalisis. Contoh yang mudah dari karbon aktif adalah yang banyak dikenal dengan sebutan norit yang digunakan untuk mengatasi gangguan pencernaan. Prinsip kerja norit adalah ketika masuk kedalam perut dia akan mampu menjerap bahan – bahan racun dan berbahaya yang menyebabkan gangguan pencernaan. Kemudian menyimpannya didalam permukaan porinya sehingga nantinya keluar nantinya bersama tinja.

Secara umum karbon aktif ini dibuat dari bahan dasar batu bara dan biomasa. Intinya bahan dasar pembuat karbon aktif haruslah mengandung unsur karbon yang besar. Dewasa ini karbon aktif yang berasal dari biomasa banyak dikembangkan para peneliti karena bersumber dari bahan yang terbarukan dan lebih murah. Bahkan karbon aktif dapat dibuat dari limbah biomasa seperti kulit kacang-kacangan, limbah padat pengepresan biji – bijiaan, ampas, kulit buah dan lain sebagainya.

Proses pembuatan arang aktif dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu pengaktifan secara fisika dan secara kimia. Pengaktifan secara fisika pada dasarnya dilakukan dengan cara memanaskan bahan baku pada suhu yang cukup tinggi (600 – 900 C) pada kondisi miskin udara(oksigen), kemudian pada suhu tinggi tersebut dialirkan media pengaktif seperti uap air dan CO2. Sedangkan pada pengaktifan kimiawi, bahan baku sebelum dipanaskan dicampur dengan bahan kimia tertentu seperti KOH, NaOH, K2CO3 dan lain sebagainya. Biasanya pengaktifan secara kimiawi tidak membutuhkan suhu tinggi seperti pada pengaktifan secara fisis, namun diperlukan tahap pencucian setelah diaktifkan untuk membuang sisa – sisa bahan kimia yang dipakai. Sekarang ini telah dikembangkan pengabungan antara metode fisika dan kimia untuk mendapatkan sekaligus kelebihan dari kedua tipe pengaktifan tersebut.

14 Komentar Add your own

  • 1. syariahmad  |  Mei 6, 2013 pukul 2:49 am

    Salam… Berkunjung sobat.. silakan mampir ke web saya 🙂

    Balas
  • 2. BI Rudi Tabuti  |  September 14, 2013 pukul 9:10 pm

    maaf saya ingin bertanya mengapa dalam pengaktifan karbon aktif membutuhkan suhu tinggi?

    mohon jawabannya. Terima Kasih

    Balas
    • 3. materialcerdas  |  September 15, 2013 pukul 1:23 am

      PEngaktifan pada karbon padat dicapai dengan cara menambah luas permukaan pori dengan cara menambah jumlah pori-porinya. MEnambah lubang pori paling mudah dilakukan dengan cara membakar karbon secara terkontrol biasanya dilakukan dengan prpses pemanasan suhu tinggi dialiri dengan gas atau zat yg bisa mengkonsumsi karbon (bereaksi} secara terbatas.

      Balas
  • 4. Fitra Andhika Wijaya  |  Januari 3, 2014 pukul 3:31 am

    info mengenai proses aktivasi secara fisika bisa lebih detail? bqhqn2nya, alatnya, dan prosesnya. terimakasih. ini email saya fitraandhika11@yahoo.com

    Balas
  • 5. Dalas Ngachow  |  Juni 23, 2014 pukul 11:31 pm

    Bagaimana mekanisme bahan kimia (semisal HCl) dapat membuka pori adsorben?
    mohon jawabannya. Terima kasih.

    Balas
    • 6. materialcerdas  |  Juni 24, 2014 pukul 5:37 am

      Jika tanpa pemanasan, HCl sebagai pelarut bisa membuka pori dengan melarutkan padatan (zat organik atau senyawa logam tertentu) yg menutup pori. Shg pori bisa terbuka dan dapat utk menjerap zat lain

      Balas
      • 7. Dalas Ngachow  |  Juni 24, 2014 pukul 5:42 pm

        Berarti tidak ada reaksi yg terjadi? Melainkan hanya proses pelarutan? Apakah demikian?? Mohon pencerahannya. Terima kasih.

  • 8. DEA FARHANI  |  Juli 7, 2014 pukul 11:35 pm

    arang aktif dengan zeolit lebih baik mana untuk nangkep CO2 dan H2S?

    Balas
    • 9. materialcerdas  |  Juli 8, 2014 pukul 5:47 am

      jika sama-sama belum dimodifikasi kemungkinan akan lebih baik karbon aktif. Luas permukaan karbon aktif sangat jauh dibanding zeolit (khususnya zeolit alam) kemudian zeolit biasanya dipakai untuk menjerap kation-kation dalam cairan dengan mekanisme ion exchangenya.

      Balas
  • 10. Diyo Santos  |  Agustus 22, 2014 pukul 2:33 pm

    Terimakasih Boss keterangan nya,,,

    Balas
  • 11. Rosalina  |  Februari 1, 2016 pukul 7:02 am

    saya mau nanya, kelebihan zeolit apa ya dibandingkan karbon aktif?

    Balas
    • 12. materialcerdas  |  Februari 1, 2016 pukul 8:47 am

      Zeolit punya kemampuan menyimpan dan penukaran kation CEC (Cation Exchange Capacity) selain adsorpsi biasa pori-porinya. Sedangkan karbon umumnya mengandalkan adsorpsi pada permukaan/pori-porinyanya.

      Balas
      • 13. hamidahalfi  |  Maret 11, 2016 pukul 5:08 am

        maaf boleh saya minta referensi yang menyatakan bahwa Zeolit punya kemampuan menyimpan dan penukaran kation CEC (Cation Exchange Capacity) selain adsorpsi biasa pori-porinya. Sedangkan karbon umumnya mengandalkan adsorpsi pada permukaan/pori-porinyanya.

      • 14. hamidahalfi  |  Maret 11, 2016 pukul 5:08 am

        maaf boleh saya minta referensi yang menyatakan bahwa Zeolit punya kemampuan menyimpan dan penukaran kation CEC (Cation Exchange Capacity) selain adsorpsi biasa pori-porinya. Sedangkan karbon umumnya mengandalkan adsorpsi pada permukaan/pori-porinyanya?

Tinggalkan komentar

Trackback this post  |  Subscribe to the comments via RSS Feed